HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA


Revitalisasi Pemasyarakatan, Membangun Sistem Penegakan Hukum yang Lebih Humanis

Laporan: Muhamad Nuraeni

SALATIGA | HARIAN7.COM – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah menggelar evaluasi besar-besaran terhadap implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 35 tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.

Evaluasi ini diwujudkan melalui Diskusi Strategi Kebijakan yang berlangsung secara hybrid di Metro Park View Hotel, Kota Lama, Semarang, Rabu (28/08). 

Mengusung tema “Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan dalam Pelayanan Tahanan dan Penempatan serta Pembinaan Berdasarkan Tingkat Risiko,” kegiatan ini bertujuan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kebijakan serta memperkuat strategi implementasinya. Diskusi ini tak hanya menjadi evaluasi rutin, melainkan bagian dari upaya memperbaiki sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta, yang membuka acara secara virtual, menegaskan pentingnya evaluasi dan analisis kebijakan dalam mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang lebih baik. 

“Kegiatan ini untuk melihat apakah implementasi kebijakan sesuai dengan tujuan awalnya dan apakah kebijakan tersebut memberikan dampak yang diharapkan,” jelasnya.

Ambeg juga menekankan pentingnya hasil dari analisis kebijakan ini untuk memperbaiki kebijakan yang ada dan membuat strategi unik dari kantor wilayah. Hal ini sejalan dengan tujuan besar revitalisasi pemasyarakatan yang berfokus pada pelayanan tahanan yang lebih baik dan penempatan narapidana berdasarkan tingkat risiko.

Dalam kegiatan ini, Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah menerapkan metode Analisis Strategi Implementasi Kebijakan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan mencari solusi perbaikan. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, Tejo Harwanto, menyatakan bahwa metode ini menganalisis tiga aspek utama: input, proses, dan output kebijakan.

“Analisis kami dimulai dengan memetakan kesenjangan dari segi SDM, anggaran, dan sarana prasarana. Lalu, kami menelaah proses pelaksanaan kebijakan dan akhirnya mengevaluasi output-nya untuk menemukan penghambat utama serta memberikan rekomendasi yang tepat,” jelas Tejo.

Dari hasil analisis ini, ditemukan beberapa masalah di lapangan, salah satunya adalah belum adanya kejelasan tugas dan fungsi Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan dalam menerapkan kebijakan revitalisasi ini. Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah juga merekomendasikan beberapa hal, termasuk reregulasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018 agar selaras dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Acara ini juga menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, Kadiyono, yang memaparkan tentang sistem pemasyarakatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 serta revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan menurut Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018. Selain itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES), Ali Masyhar Mursyid, turut membahas tentang Sistem Pemasyarakatan Ideal.

Diskusi ini diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pejabat Unit Eselon 1, seluruh Kepala Kantor Wilayah, akademisi, organisasi bantuan hukum, serta perwakilan pemerintah daerah dan masyarakat umum. Salah satu peserta yang mengikuti secara virtual adalah Kepala Rutan Salatiga, Redy Agian, beserta jajarannya.

Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi strategis untuk memperbaiki dan memperkuat pelaksanaan kebijakan revitalisasi pemasyarakatan di Indonesia, demi mewujudkan sistem pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan efektif.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!