HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA


Konflik Hutan Adat Terus Bergulir, Anak Kepala Suku Tuntut Keadilan Kepada Investor di Salatiga

Laporan: Muhamad Nuraeni

SALATIGA | HARIAN7.COM – Konflik yang berkepanjangan antara perusahaan tambang Bahana Lintas Nusantara (BLN) dan warga Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, terus bergulir.

Pada Senin (24/6/2024), Barnabas Yasa, putra kepala suku kampung tersebut, datang langsung ke Kota Salatiga untuk menuntut kejelasan dari investor tambang, Nicholos Nyoto Prasetyo, mengenai nasib hutan adat yang rusak akibat pembukaan lahan tambang emas.

Barnabas, yang akrab disapa Abbas, melakukan perjalanan panjang dari Papua untuk memperjuangkan hak-hak sukunya. “Saya datang tujuan cuma satu, untuk menuntut keadilan. Perusahaan hanya datang asal bongkar dia menghilang. Selama empat bulan kami diberi janji-janji. Maka dari itu kami datang ke sini [Salatiga] minta keadilan,” tegas Abbas.

Abbas menjelaskan bahwa hutan adat seluas sekitar 1,8 hektare telah dirusak. Menurut perjanjian awal, perusahaan hanya akan meratakan sedikit lahan untuk membuat barak pekerja, namun kenyataannya lahan tersebut diratakan menggunakan alat berat. 

“Begitu alat berat datang, kami sebagai pemilik bingung juga, langsung dibongkar [dibabat] juga hutan ini. Hutan juga punya aturan untuk dibongkar itu. Masak tidak melalui aturan-aturan yang ada, berarti sudah melanggar adat kami orang Papua,” jelas Abbas dengan nada kecewa.

Atas kerusakan tersebut, Abbas meminta kompensasi sebesar Rp20 miliar. Jika kompensasi ini tidak diberikan, pihaknya menuntut perusahaan untuk menanam kembali pohon dan mengembalikan hutan seperti semula. 

“Saya datang dari jauh-jauh dari Papua, datang ke sini saya minta Pak Nicho selesaikan saat ini. Saya tidak akan pergi dari tempat ini, dan saya tidak kasih banyak waktu. Saya minta waktu hari ini dengan besok [untuk menyelesaikan],” kata Abbas dengan tegas.

Jika permintaan ini tidak dipenuhi, Abbas menegaskan bahwa Nicholas Nyoto Prasetyo harus datang langsung ke Papua untuk memperbaiki hutan adat yang telah rusak.

Latar belakang konflik ini bermula pada 20 Februari 2024, saat Nicholas Nyoto Prasetyo, investor tambang asal Salatiga, menjalin kerja sama dengan ketua adat untuk pembukaan tambang emas. Meskipun perjanjian awal menyebutkan sistem bagi hasil, pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa hutan dibabat tanpa mengindahkan aturan adat dan tanpa pembayaran kompensasi yang dijanjikan.(*)


Berita sebelumnya: 


Investor Tambang Emas Asal Salatiga Akhirnya Melapor ke Polisi, Klaim Pengancaman oleh Sekelompok Orang Asal Papua


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!