Kisah Sritex: Air Mata 8.475 Buruh Usai PHK Massal
SUKOHARJO | HARIAN7.COM – Tangis dan kesedihan menyelimuti pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Ribuan buruh, yang telah bertahun-tahun mengabdi, harus menerima kenyataan pahit: perusahaan tekstil raksasa ini dinyatakan pailit, dan 8.475 karyawan harus rela kehilangan pekerjaan.
Bagi Warti, buruh yang telah mengabdi selama 25 tahun, kabar PHK massal ini bagaikan mimpi buruk yang tak disangka-sangka. “Hati saya sakit, rasanya ingin menangis,” ujarnya, sambil berkemas membawa barang-barang pribadinya dari tempat kerja, seperti keranjang sampah, kipas angin, dan sepatu yang selalu menemani langkahnya di pabrik.
“Keluarga saya juga ikut menangis. Ini bukan sekadar pekerjaan, ini rumah kedua saya,” tambahnya dengan suara bergetar.
Mimpi yang Berakhir di Penghujung Februari
Tanggal 26 Februari 2025 akan menjadi sejarah kelam bagi ribuan buruh Sritex. Keputusan Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan perusahaan pailit otomatis membuat para pekerja kehilangan sumber nafkah.
Tak hanya buruh di bagian produksi, para petugas keamanan pun merasakan pil pahit ini. Sri Cahyaningsih, seorang security yang juga telah 25 tahun bekerja di Sritex, merasa seperti kehilangan arah.
“Ini seperti mimpi. Saya tidak pernah membayangkan Sritex bisa sampai di titik ini,” ujarnya lirih.
Suasana di pabrik yang biasanya penuh dengan aktivitas, kini berubah menjadi lautan kesedihan. Banyak pekerja saling berpelukan, menangis, dan mencoba menguatkan satu sama lain.
Pemkab Sukoharjo Siapkan Ribuan Lowongan Kerja
Di tengah badai PHK massal ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berusaha memberikan solusi. Kepala Dispenaker Sukoharjo, Sumarno, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan 7.832 lowongan kerja bagi buruh yang terdampak.
“Lowongan kerja ini tersebar di Sukoharjo dan sekitarnya,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah menjamin Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) selama enam bulan serta tunjangan hari tua melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, Sumarno mengingatkan bahwa pencairan hak-hak ini tidak serta-merta bisa langsung dilakukan, karena masih ada prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para buruh.
Harapan di Tengah Duka
Bagi ribuan buruh yang kehilangan pekerjaan, masa depan terasa suram. Namun, harapan masih ada. Warti, meski hatinya hancur, bertekad untuk bangkit dan mencari pekerjaan lain demi menghidupi anak-anaknya.
“Saya harus cari kerja sampingan. Hidup harus terus berjalan,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Kepergian 8.475 buruh dari Sritex bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan tempat yang selama puluhan tahun menjadi bagian dari hidup mereka.(Widya)
Tinggalkan Balasan