Kilas Balik Kinerja Bupati Simalungun, Nasib Guru Honorer yang Terlupakan, Gaji Dipotong, dan Tak Dibayar Selama 6 Bulan
Laporan: S Hadi Purba
SIMALUNGUN | HARIAN7.COM – Kisah kelam nasib para guru honorer di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, kembali mencuat ke publik, mengingatkan luka lama yang dialami oleh ratusan tenaga honorer yang menjadi korban kebijakan di masa lalu. Dalam periode 2017-2018, lebih dari 700 guru honorer mengalami pemecatan dan penurunan gaji, yang berdampak pada ketidakpastian finansial mereka.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP Garda Indonesia Raya (Garira) Provinsi Sumatera Utara, S.P. Tambak, S.H., kepada wartawan Jumat (18/10/2024) di Medan. Ia menanggapi pertanyaan seputar nasib guru honorer di Kabupaten Simalungun sebelum kepemimpinan Radiapoh Hasiholan Sinaga (RHS).
Berdasarkan catatan Ketua Forum Guru Honorer Simalungun (FGHS), Ganda A. Silalahi, S.Pd., pada 12 Oktober 2018, terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran di Kantor Bupati Simalungun dan DPRD Simalungun. Aksi ini menuntut hak-hak tenaga honorer, terutama terkait dengan kebijakan pemotongan gaji. Gaji yang sebelumnya sebesar Rp 2 juta per bulan dipotong menjadi hanya Rp 1 juta, serta tuntutan untuk membayarkan gaji yang tertunggak sejak Juli hingga Desember 2016.
Dalam aksi unjuk rasa yang melibatkan guru, tenaga kesehatan, dan Satpol PP, para demonstran meminta agar Pemkab Simalungun membayar hak mereka. Mereka juga menolak kebijakan surat edaran yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan terkait pemotongan gaji tersebut. Selain itu, mereka menuntut agar surat keputusan terkait status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ditandatangani langsung oleh Bupati Simalungun saat itu, JR Saragih.
Isu ini telah mengakar sejak tahun 2017, ketika lebih dari 700 guru honorer mengalami pemecatan secara massal oleh Bupati Simalungun. Aksi unjuk rasa yang berlangsung pada 26 April 2017 juga menyerukan ke DPRD Sumatera Utara agar memanggil JR Saragih untuk menjelaskan kebijakan tersebut. Pasalnya, pemecatan ini dinilai tidak realistis mengingat masih adanya kekurangan tenaga pengajar di sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga mereka.
Salah satu poin penting dalam tuntutan mereka adalah pembayaran gaji yang tertunggak selama enam bulan. Meskipun APBD Simalungun 2017 mencapai Rp 83 miliar, alokasi untuk gaji honorer tidak diprioritaskan, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi para guru yang telah mengabdi.
Sejak tahun 2013, Forum Guru Honorer Simalungun telah melayangkan laporan ke Ombudsman Republik Indonesia, DPRD Sumut, dan Gubernur Sumatera Utara terkait pemecatan sepihak melalui surat edaran tersebut.
S.P. Tambak mengakhiri pembicaraan dengan keprihatinan mendalam terhadap nasib para guru honorer ini, yang hingga kini sebagian besar masih menganggur dan belum mendapatkan kejelasan mengenai status mereka.
Tinggalkan Balasan