Gema Wayang dan Warisan Budaya, Harlah Perdana Ndalem Wongsorogo Meriahkan Hari Wayang Nasional
Laporan: Noviyanto
KENDAL | HARIAN7.COM – Dalam rangka memperingati hari lahir (Harlah) pertama Pondok Pesantren dan Rumah Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, serta merayakan Hari Wayang Nasional, pondok ini menyelenggarakan pagelaran wayang kulit di halaman pesantren, Rabu (13/11/2024).
Acara ini dihadiri oleh pejabat penting seperti Bupati dan Wakil Bupati Kendal, para pasangan calon bupati dan wakil bupati (Cabub dan Cawabub) Kendal, KPU, Bawaslu, tokoh agama, serta seniman dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya pada malam pembukaan, Selasa (12/11/2024), Kiai Paox Iben Mudhaffar, Pengasuh Pondok Pesantren Ndalem Wongsorogo, menyampaikan bahwa tanggal 7 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Wayang Sedunia, di mana wayang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
“Wayang menjadi budaya asli Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur dan filosofi kehidupan,” ujar Kiai Paox.
Lebih lanjut, Kiai Paox menjelaskan bahwa acara ini juga sebagai bagian dari perayaan satu tahun revitalisasi pesantren dan Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, serta Merti Desa Sidorejo di Brangsong, yang merupakan peringatan terbentuknya desa hasil penggabungan Kalijaran dan Srogo sejak 28 November 1928.
Pagelaran kali ini juga menjadi ajang sosialisasi Pilkada Serentak 2024, dengan mengundang KPU dan Bawaslu untuk mengedukasi masyarakat. “Kami ingin agar Pilkada berlangsung damai dan tertib, dengan pemilih yang dewasa dan kandidat yang menjunjung tinggi visi-misi serta pesan kebudayaan,” ujar Kiai Paox.
Atas izin Bawaslu, ketiga pasangan calon juga diundang untuk hadir dalam acara tersebut.
Kiai Paox menekankan bahwa wayang merupakan media dakwah yang efektif pada masa lalu, yang dikenalkan oleh Wali Songo, seperti Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga. Meskipun asalnya dari tradisi Hindu India, wayang telah diadaptasi menjadi identitas budaya Islam di Indonesia.
“Sayangnya, tradisi ini tidak lagi dirawat oleh kalangan pesantren, padahal wayang seharusnya menjadi identitas santri juga,” imbuhnya.
Ketua Panitia dan Ketua Yayasan Darul Mudhaffar, Thohir Ardana, mengungkapkan bahwa acara ini dimeriahkan oleh berbagai pementasan wayang kulit, mulai dari dalang cilik Rizki Maulana dengan lakon “Cakra Ningrat”, Hanif dengan lakon “Kikis Tunggorono”, hingga Sindu dengan lakon “Bimo Suci”.
Puncak acara menghadirkan budayawan dan dalang terkenal, Ki Sujiwo Tejo, dengan lakon “Sang Jarasandha” dan “Wayang Jagongan”, disertai diskusi terbuka dan ruwatan.
Ardana berharap, pagelaran ini dapat membangkitkan kecintaan masyarakat terhadap seni wayang dan memperkuat sinergi berbagai pihak untuk melestarikan nilai-nilai luhur pewayangan.
“Semoga acara ini bermanfaat bagi masyarakat, dari aspek pendidikan, nilai moral, hingga sosial budaya,” ujarnya.
Kepala Desa Sidorejo, Edi Kadarisman, menyatakan dukungannya terhadap acara ini, dengan harapan wayang dapat menjadi media untuk menyampaikan kritik sosial secara konstruktif.
“Tidak harus turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi; melalui kesenian budaya seperti wayang, pesan bisa tersampaikan dengan cara yang lebih bermartabat,” ungkapnya.(*)
Tinggalkan Balasan