Efisiensi Anggaran Pemerintah, Ancaman 100.000 PHK di Tahun 2025?
JAKARTA | HARIAN7.COM – Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah diprediksi berdampak signifikan terhadap angka pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebutkan bahwa potensi kasus PHK pada tahun 2025 bisa mencapai 100.000.
Timboel menilai bahwa selain pemangkasan anggaran, faktor geopolitik juga berkontribusi terhadap ketidakpastian sektor usaha. Hal ini berpotensi menghambat ekspor-impor, yang berdampak pada berbagai sektor industri.
“Jika kondisi ini ditambah dengan efisiensi alokasi APBN dan APBD, maka kasus PHK bisa mencapai 100.000,” ujarnya pada Senin (14/2/2025).
Ia juga menyoroti bahwa hingga saat ini belum terlihat tanda-tanda pembukaan lapangan kerja yang signifikan, sementara ancaman PHK semakin nyata. Efisiensi anggaran dapat menimbulkan dampak berantai, terutama di sektor pariwisata dan manufaktur.
Salah satu contoh konkret adalah pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah yang berimbas pada sektor perhotelan. “Tidak menggunakan hotel akan meningkatkan keterpurukan sektor pariwisata, padahal sektor ini menyerap banyak tenaga kerja,” jelas Timboel.
Lebih lanjut, pengurangan belanja pemerintah, seperti alat tulis kerja (ATK), juga akan berdampak pada industri manufaktur yang bergantung pada permintaan dari instansi pemerintah. Akibatnya, angka pengangguran dapat meningkat, yang berujung pada turunnya daya beli masyarakat dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Timboel memperingatkan bahwa jika konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 52% dari pertumbuhan ekonomi, melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa turun di bawah 5%.
Namun, ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan dampak efisiensi anggaran terhadap PHK. Ia menyatakan bahwa keputusan pemerintah mengenai alokasi anggaran masih dalam tahap penggodokan.
Yusuf juga menambahkan bahwa jika efisiensi anggaran dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis dengan melibatkan pelaku UMKM, maka program ini dapat membantu membuka lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, jika program ini terlalu sentralistik, dampaknya terhadap ekonomi bisa terbatas.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kementerian dan lembaga yang memiliki anggaran kecil kemungkinan besar akan melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga honorer sebagai bentuk penghematan.
Dengan berbagai faktor yang berperan, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah harus dikaji dengan cermat agar tidak memperburuk angka pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di tahun 2025.(Yuanta)
Tinggalkan Balasan